Skip to content

Islam Itu Suci

Menu
  • Home
  • Kisah Islami
  • Islam
  • Articles
  • Tuntunan
  • Tarbiyah
Menu

Pengaruh Pembagian Harta Bersama Terhadap Perceraian

Posted on February 2, 2023

[ad_1]

Sudah menjadi kodrat manusia antara satu sama lain selalu saling membutuhkan. Semenjak manusia dilahirkan kita telah dilengkapi dengan sebuah naluri untuk senantiasa hidup bersama dengan orang lain. Naluri tersebut yang mengakibatkan adanya hasrat kuat untuk hidup teratur. Demikian juga halnya antara perempuan dan laki-laki yang saling membutuhkan (Suryani, 2013)

Negara Indonesia merupakan Negara berdasarkan hukum maka seluruh aspek kehidupan masyarakat diatur oleh hukum termasuk tentang perkawinan, perceraian, dan kewarisan. Adanya Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang diundangkan pada tanggal 2 Januari 1974. Setelah itu mulai berlaku efektif semenjak tanggal 1 Oktober 1975 adalah salah satu bentuk hukum di Indonesia tentang perkawinan serta akibat hukumnya.

Perkawinan dalam Islam tidaklah semata-mata sebagai hubungan atau kontrak suatu kepadatan biasa, tetapi ia memiliki nilai ibadah. Perkawinan adalah salah satu perintah agama terhadap yang mampu untuk segera melaksanakannya. Selain itu perkawinan juga dapat mengurangi maksiat penglihatan dan memelihara diri dari suatu perbuatan zina.

Pada masa sekarang, banyak perkawinan yang harus berakhir dengan perceraian. Perkawinan tak lagi dianggap sesuatu yang sakral oleh karena itu apabila terjadi perceraian maka merupakan hal yang biasa dan bukan merupakan hal yang tabu. Bahkan di kalangan tertentu perceraian dapat dijadikan sebagai suatu sarana untuk meningkatkan popularitas.

Maka dari itu perceraian semakin banyak terjadi tidak hanya di kalangan masyarakat awam. Akan tetapi juga banyak terjadi di kalangan masyarakat golongan intelektual. Namun apakah kalian tahu bahwa ada beberapa pengaruh pembagian harta bersama terhadap perceraian?

Pada Pasal 126 KUH Perdata bahwa perceraian mengakibatkan bubarnya harta bersama sehingga harta bersama tersebut harus dibagi di antara pasangan suami istri. Harta bersama pada awalnya merupakan tradisi masyarakat adat Indonesia termasuk yang beragama Islam. Kemudian diatur dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) berdasarkan Instruksi Presiden no.1 Tahun 1991.

Harta bersama perkawinan dalam Kompilasi Hukum Islam diistilahkan dengan istilah “syirkah” yang berarti harta yang diperoleh baik sendiri-sendiri atau bersama suami istri selama dalam ikatan perkawinan berlangsung. Tanpa mempersoalkan terdaftar atas nama siapapun (Pradoto, 2015).

Hukum sering kali tidak dapat secara efektif dalam mengatur hubungan yang terjadi antar manusia yang merupakan anggota masyarakat. Biasanya disebabkan oleh adanya faktor-faktor manusia dalam kapasitasnya sebagai masyarakat maupun manusia sebagai pelaku hukum, perencana, pelaksana, penegak maupun pengaman hukum yang tidak mendukung keberlakuan suatu hukum yang dalam hal ini efektivitas pembagian harta bersama.

Untuk melihat efektivitasnya maka terlebih dahulu, ditinjau dari dua hal yaitu legal standing (harta bersama yang menunjukkan di mana seorang penggugat diberikan legal standing untuk mengajukan gugatan terhadap tergugat) dan peran aparat serta pemerintah dalam penerapannya secara efektif (Nurbaya et al., 2021)

Terjadi perceraian maka pembagian dari harta yang telah disyirkahkan meliputi modal awal dan hasil dari usaha tersebut. Apabila modal usaha tersebut berasal dari salah satu dari mereka maka modal tersebut harus dikembalikan kepada si pemilik. Sementara itu, menurut Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974, harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama. Dan apabila perkawinan putus karena perceraian harta bersama diatur menurut hukumnya masing-masing.

Apa faktor dari perceraian ini? Dari Jurnal yang telah ada yaitu Jurnal Psikologi, Dariyo (2004), faktor-faktor penyebab perceraian sebagai sebuah cara yang harus ditempuh oleh pasangan suami-istri ketika ada masalah-masalah dalam hubungan perkawinan mereka tak dapat diselesaikan dengan baik. Menurut para ahli, seperti Nakamura (1989), Turner & Helms (1995), dan Lusiana Sudarto Henny E. Wirawan (2001), terdapat beberapa penyebab perceraian. Di antaranya kekerasan verbal, masalah atau kekerasan ekonomi, keterlibatan dalam perjudian, keterlibatan dalam penyalahgunaan minuman keras, perselingkuhan (Kurniawati & Mustikawati, 2019)

Dilihat dari pemaparan diatas, bahwasanya ada faktor psikologi mengenai pembagian harta bersama, diantaranya yaitu:

1. Ketidakadilan

Dalam hal ini efektivitas penerapan hukum juga dapat dipengaruhi oleh ketidakadilan yang sangat berkaitan dengan sudut pandang suami selaku penanggung jawab keluarga terhadap istri selaku seorang ibu rumah tangga dalam memberikan bagian harta milik bersama karena budaya.

2. Kepribadian

Pengaruh kepribadian juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pandangan ataupun persepsi masyarakat terhadap pembagian harta bersama akibat dari perceraian. Pengaruh yang dimaksud ialah jika kepribadian individu itu baik dalam memandang baik terhadap suatu masalah seperti pembagian harta bersama. Maka masyarakat yang melihat kepribadiannya itu akan cenderung memiliki pandangan yang sama dalam pembagian harta bersama.

Pembagian harta bersama terhadap perceraian ternyata memiliki beberapa faktor psikologisnya, yaitu ketidakadilan dan juga kepribadian seperti yang telah disebutkan sebelumnya. Adanya hukum harta bersama yang juga telah diatur dalam Undang-Undang mungkin akan membuat kita jadi lebih memahami bagaimana pembagian harta bersama perkawinan terlebih saat seseorang sedang berhadapan dengan perceraian.

Pengertian tentang harta bersama dalam UU RI No.1 Tahun 1974 pada BAB VII Pasal 35 ayat (1), yang menyebutkan bahwa “Harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama”. Penjelasan nya menyatakan bahwa “apabila perkawinan putus maka harta bersama tersebut diatur menurut hukumnya masing-masing”.

Pasal 12 huruf (d) tentang Hukum Kekeluargaan yaitu Badan Perencana Lembaga Pembinaan Hukum Nasional (BPLPHN) telah memutuskan pada tanggal 28 Mei 1962 bahwa dalam setiap perkawinan diakui ada harta bersama suami-istri. Mengenai harta benda yang diperoleh dalam perkawinan itu atas usaha suami atau istri.

Sinta Tunjung Puspita

Mahasiswa psikologi Universitas Prof. Dr. HAMKA. Instagram : @sintatpuspita.

[ad_2]

Source link

Related

Leave a Reply Cancel reply

Recent Posts

  • Larangan Dalam Islam Tentang Hukum Permintaan dan Penawaran
  • Penjelasan Bangkai Tapi Halal, Hewan Apa Saja?
  • Berlindung Dari Fitnah Ad-Dajjal | Almanhaj
  • 6 Cara Menenangkan Hati Bagi Seorang Muslim
  • Asy-Syifa binti Abdullah: Sahabat Perempuan yang Diperintah Rasulullah untuk Mengajarkan Pengobatan Tradisional Kepada Hafshah

Recent Comments

No comments to show.

Archives

  • March 2023
  • February 2023

Categories

  • Amazon
  • Articles
  • Islam
  • Kisah Islami
  • Tarbiyah
  • Tuntunan

Privacy Policy

Terms

About Us

©2023 Islam Itu Suci | Design: Newspaperly WordPress Theme